Sekretarisku Canda dan Penyemangatku
Sekretarisku Candaku
Seperti rutinitas setiap hari sebelum berangkat ke kantor, Siska menyedot air ASi nya menggunakan pompa ASI. Fransiska Putri Adelina, wanita berusia 23 tahun ini memang belum menikah, apalagi mempunyai seorang anak. Akan tetapi Siska memiliki kelebihan hormone pada air ASI nya semenjak dia pertama kali menstruasi. Bagi seorang Siska mempunyai kelebihan seperti itu adakalaya membuat dirinya senang, tetapi terkadang juga bisa membuat dia merasa tidak nyaman. Senang karena dia bisa menyumbangkan ASI nya ke panti asuhan atau kepada bayi yang ditinggal ibunya setelah melahirkan. Sedangkan yang membuat Siska tidak nyaman karena kalau saja dia sehari lupa untuk menyedotnya, itu akan membuat kedua buah dada Siska terasa mengencang dan sakit.
Siska tinggal seorang diri di sebuah apartemen sederhana. Orang tuanya sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Karena menjadi salah satu korban bencana alam gempa yang terjadi di kampung halamannya. Siska bisa menghadapi semua ujian setelah ditinggal oleh orang tuanya, karena sejak kecil Siska sudah dilatih mandiri oleh orang tuanya, sebab mereka memang dari keluarga yang sangat sederhana.
Siska baru tiga bulan bekerja menjadi sekretaris di sebuah Perusahaan DEV Company. Meskipun baru, Siska sudah merasa sangat nyaman, karena sahabatnya juga bekerja di sana, yaitu Sinta. Sinta adalah sahabat Siska sejak SMP. Selain itu, karena Siska mempunyai sifat yang sangat ramah, supel, apa adanya, dan mudah bergaul dengan orang lain, jadi karyawan-karyawan lain juga welcome dengan Siska.
“Rapat kita akhiri sampai disini dulu, terima kasih.” Ucap seorang laki-laki muda dan tampan yang memimpin rapat.
Yah dia adalah CEO sekaligus pemilik perusaaan DEV Company, yang bernama Devan Rayanka Maherza. Usianya tidak jauh berbeda dari Siska, yaitu 27 tahun. Mungkin karena nasib baiknya, dengan usia semuda itu dia sudah menjadi pengusaha yang sukses tanpa bantuan dari orang tuanya. Meskipun sebenarnya keluarganya sudah sangat terkenal dengan semua bisnisnya, namun Devan tetap ingin mendirikan perusahaan sendiri dengan kerja kerasnya.
Tidak ada seorang wanita pun yang tidak dapat terpesona olehnya, karena bisa dibilang Devan itu paket komplit, mantu idaman para emak-emak. Selain dia kaya dan tentu sangat tampan, apalagi ditambah dengan body nya yang sangat proposional, dada bidang, pundak sandarable, alis tebal, dan bibir sexy, yang membuat para wanita ingin mencicipinya, dia juga baik dan ramah kepada semua karyawannya. Tapi tentu saja tetap terlihat tegas dan bewibawa sebagai seorang boss.
Banyak wanita yang mencari tahu semua tentang Devan, termasuk apa makanan favorit, hobi, semua kesukaannya dan apa yang tidak disukainya, hanya untuk bisa merebut hati CEO tampan tersebut. Jadi sudah menjadi rahasia umum bahwa laki-laki tersebut sangat menyukai makanan pedas dan sangat benci dengan segala jenis susu. Dia selalu mual hanya dengan mencium aroma susu, apalagi meminumnya. Setelah banyak wanita yang melakukan hal apapun untuknya, namun sampai saat ini sepertinya belum ada seorang wanita satu pun yang mampu merebut hati laki-laki itu.
“Sis, nanti pulang kerja kita nge mall yuk! Mumpung habis gajian.” Ajak Sinta.
“Oke Sin, gue sekalian pengen cari sesuatu.” Jawab Siska.
Siska dan Sinta sekarang sedang berada di kantin untuk makan siang.
“Gimana susu lo Sis? Apa masih sering keluar?” Tanya Sinta.
“Yah begitulah Sin, kalau sehari aja gue lupa buat nyedot, susu gue akan sakit banget.” Jawab Siska dengan hati-hati karena takut ada yang denger.
“Ya udah yang sabar aja, ambil hikmahnya. Banyak ibu-ibu di luar sana yang ingin menyusui anaknya tapi ASI mereka nggak keluar. Jadi lo ambil positifnya aja.” Nasehat Sinta.
“Iya Sin. Thanks ya.”
“Eh gue lihat-lihat susu lo jadi tambah gede ya?” Tanya Sinta bar-bar.
“Sssssttttttt, jangan keras-keras napa.” Ucap Siska sambil membungkam mulut Sinta. Karena Sinta dari tadi ngomongnya nggak kira-kira, udah kayak di hutan.
“Iya sorry Sis, kelepasan.”
“Lo tu ya kalau ngomong suka nggak sikon. Kalo ada yang denger gue kan malu.”
“Hehe iya maap Sis, kebiasaan. PEACE.” Ucap Sinta dengan mengangkat jari tengah dan telunjuknya membuat huruf V.
“Kebiasaan yang harus dihilangkan. Iya nih Sin, Bra gue udah banyak yang nggak muat. Makanya nanti gue mau cari yang ukuran agak gede.”
“Oalah, oke siap gue temenin.
Kedua sahabat ini memang sudah seperti keluarga. Tidak ada yang mereka tutup-tutupi. Mereka saling menghibur di kala sedih dan terluka. Juga selalu melakukan hal-hal konyol untuk bisa berbagi kebahagiaan. Dan juga kalau bicara keduanya emang suka bar-bar, kayak nggak punya rasa malu lagi. Tidak jarang orang yang menganggap mereka kembar. Selain nama yang hamper sama, mereka selalu melakukan hal apapun berdua.
“Ya udah yuk Sis balik kerja, makanan gue udah habis semua, lagia bentar lagi juga udah habis waktunya.” Ajak Sinta.
“Oke bentar, gue habisin minum gue dulu.”
Tanpa mereka sadari ada seorang laki-laki yang dari tadi mendengar semua pembicaraan mereka. Meskipun nggak niat nguping tapi karena jarak mereka yang terlalu dekat dan suara mereka yang bisa dibilang keras, jadilah cowok itu bisa mendengar semuanya.
“What!!! Apakah Siska sekretaris gue itu sudah menikah dan udah punya anak? Tapi setahu gue belum menikah, waktu gue lihat di CV nya dulu. Apa jangan-jangan dia punya anak di luar nikah? Kalau belum bagaimana mungkin dia bisa ngeluarin ASI. Ah masa bodo, bukan urusan gue dia udah nikah apa belum. Ngapain juga gue ikut campur. Yang penting dia kerjanya bagus.” Batin Devan.
Ya laki-laki yang mendengarkan pembicaraan Siska dan Sinta dikantin. Devan memang sering makan siang di kantin kantor. Selain makanannya enak, dengan makan di kantin Devan juga berharap dapat lebih akrab dengan karyawan-karyawannya. Seperti biasa dia makan siang bersama asisten pribadi sekaligus bodyguard dan juga sahabatnya, yaitu Riko. Dia adalah sahabat Devan sejak masuk kuliah.
“Heh Dev, ngapain lo bengong?” Tanya Riko, karena dari tadi dia ngeliat bossnya ngelamun seperti mikirin sesuatu.
“Eh nggak kok Ko.” Jawab Devan sambil garuk-garuk kepala padahal nggak ada yang gatal.
“Yang bener boss? Kalau ada masalah cerita aja ke gue.” Tanya Riko memastikan.
“Nggak ada kok, ya udah yuk kita balek ke kantor. Jam istirahat udah habis.” Ajak Devan.
“Siap boss.” Jawab Riko sambil mengangkat tangan hormat.
Meskipun Devan dan Riko memiliki jabatan yang berbeda di perusahaan itu, tapi Devan yang memiliki jabatan lebih tinggi sekaligus pemilik perusahaan tersebut tidak mau kalau Riko memperlakukan dia layaknya antara bos dan bawahannya seperti yang lainnya. Devan ingin dia dan Riko tetap berperilaku layaknya seorang sahabat.
Cerita lengkap tersedia di Innovel📜Sekretarisku Canduku📜
Hari sudah semakin gelap, sinar matahari sudah mulai meredup. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Waktunya semua karyawan mengakhiri semua kegiatannya di kantor.
“Sis, jadi nge mall nggak?” Tanya Sinta yang berada di pintu ruangan Siska.
“Jadi dong, tapi gue beres-beres dulu ya.” Jawab Siska sambil membereskan berkas-berkas yang ada di mejanya.
“Kalau gitu gue tunggu di parkiran ya?”
“Oke, paling gue juga nggak lama kok ini.”
“Sippp.” Jawab Sinta sambil berlalu menuju parkiran.
Sampai di parkiran Sinta melihat dua laki-laki idaman yang akan menaiki mobil, siapa lagi kalau bukan Devan dan Riko. Ya sinta sejak pertama kali melihat Riko dia merasa dirinya telah jatuh cinta, tapi selama ini hanya dia pendam sendiri dan hanya Siska yang mengetahui. Dia merasa sudah cukup hanya dengan mengagumi dari jauh dan tentu menjadi penyemangat dirinya untuk pergi ke kantor.
“Woy, liatin apa lo sampe nggak kedip gitu.” Tanya Siska yang baru saja datang.
“Sialan lo ya, ngagetin gue aja.” Sinta kaget karena dari tadi pandangannya hanya ngeliat mobil yang dinaiki oleh Devan dan Riko sampai mobil itu tidak terlihat lagi.
“Lagian lo sih, kayak ngeliat pangeran turun dari surga, sampe gue dateng aja nggak tahu.”
“Emang gue habis liat pangeran hati gue.” Jawab Sinta sambil cengegesan.
“Iyain aja deh biar seneng, ayo jadi nggak nih? Keburu malem.”
“Jadi dong, ya udah yuk naik.”
Mereka pun pergi ke mall menggunakan mobil Sinta, karena memang Siska tidak mempunyai mobil. Biasanya kalau ke kantor, Siska menggunakan taxi online atau kendaraan umum, dan terkadang dia juga di jemput oleh Sinta. Sebenarnya Sinta tiap hari ingin menjemput Siska, tapi sering di tolak oleh Siska, Karena Siska nggak mau ngrepotin Sinta terus. Lagian mereka juga beda jalur.
Sesampainya di mall, mereka langsung berkeliling mencari dan membeli semua kebutuhan yang mereka butuhkan. Setelah dirasa sudah lengkap dan sudah merasa sangat capek, kaki juga udah pegel, mereka berhenti di sebuah food court. Bagaimana nggak capek kalau hampir 5 jam mereka megelilingi mall untuk memilih-milih barang yang yang sesuai selera mereka. Biasalah wanita kalau udah belanja nggak kenal waktu.
“Busyet, kaki gue pegel banget.” Keluh Sinta sambil memijit-mijit kakinya.
“Kaki gue juga.”
“Habis ini mau kemana lagi?” Tanya Sinta.
“Pulang aja, gue pengen cepet-cepet rebahan. Lagian kita besuk juga harus kerja.” Jawab Siska.
“Oke.”
Setelah selesai istirahat sebentar dan mengisi tenaga kembali dengan segelas ice lemon tea dan burger, mereka pun beranjak untuk pulang kerumah karena hari ini benar-benar melelahkan. Dan tak lupa Sinta mengantarkan Siska ke apartemenya dulu, barulah dia tancap gas ke rumahnya sendiri.
******
Matahari telah memancarkan sinarnya, menunjukkan bahwa hari telah berganti. Dan jarum jam pun telah menujukkan pukul 06.30 pagi.
Siska POV
“Sial, gue kesiangan.”
Gue pun langsung mandi. Selama gue kerja nggak pernah yang namanya gue telat bangun. Karena emang gue orangnya suka disiplin. Pasti ini gara-gara gue kecapekan keliling mall kemarin. Selesai mandi gue langsung ganti baju, fue langsung ambil dress putih dengan sedikit motif bunga. Gue nggak sempet kalau harus milih-milih baju lagi.
Setelah selesai make up tipis-tipis, gue langsung cabut, taxi online yang gue pesen tadi juga udah dateng. Gue nggak sempet sarapan, apalagi buat nyedot susu gue.
“Nanti ajalah pas istirahat makan siang, gue sedot sekalian isi perut,” Pikir gue.
Turun taxi gue langsung lari-lari masuk Kantor. Syukurlah gue nggak telat, yah meskipun mepet banget waktunya.
Sekarang gue lagi bergelut dengan berkas-berkas yang ada di meja kerja seperti hari-hari biasa.
Kriiiiiiing……..
“Hallo iya Pak.”
“Pergi keruangan saya sekarang!”
“Baik pak.”
Yah yang nelpon adalah boss gantrng gue, Devan. Nggak dipungkiri gue juga sama seperti wanita-wanita lain. Gue juga terpesona oleh pesona boss gue yang satu ini. Tapi bedanya gue nggak sefanatik dan semurahan kayak wanita-wanita lain, yang selalu caper dan tebar pesona buat dapat hati boss gue. Karena emang gue sadar diri aja.
Gue pun langsung pergi ke ruangan Pak Devan.
Tok……..tok…….
“Iya silahkan masuk.” Sahutan dari dalam ruangan.
“Hari ini kita ada proyek diluar kota, kamu ikut saya. Mungkin malam udah pulang.”
“Baik pak, saya siap-siap dulu.”
“Oke, saya tunggu di parkiran.”
“Baik pak.”
Devan POV
“Ternyata Siska sangat cantik dan sexy. Apalagi bibirnya yang tipis itu, rasanya pengen gue lumat, bagaimana rasanya, apakah semanis orangnya. Terus kedua gundukan yang ada didanya itu terlihat bulat dan padet.” Batin gue saat Siska berjalan keluar dari ruangan gue.
Haissssttttt, apa yang gue pikirin. Gue geleng-geleng sambil nepuk-nepuk kepala gue untuk menghilangkan pikiran mesum gue yang entah kenapa tiba-tiba dateng. Sejak gue denger percakapan antara Siska dan sahabatnya itu, gue jadi banyak berpikir mesum tentang Siska.
Siska jalan kearah mobil gue. Kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk di samping gue. Tapi kenapa badan gue rasanya jadi panas gini lihat dia. Sial mana dia pakek dress press body banget, mana itu roknya pendek banget, kan gue jadi engap sendiri lihat paha putihnya yang mulus itu.
Selama perjalanan kita nggak banyak bicara, hanya seperlunya saja itu pun tentang pekerjaan. Saat ini gue rasa suasanya hening dan kelihatan canggung, gue pun berinisiatif buat nyalain music, dan pas mau nyalain nggak sengaja mata gue ngeliat ke buah dada Siska yang sedikit menonjol dari dressnya. Gue langsung ngalihin pandangan gue dan fokus nyetir lagi sebelum dia menyadarinya.
Setelah menempuh jarak hampir 3 jam, akhirnya kita sampai di sebuah desa di perbukitan. Kita berhenri di sebuah villa dan disambut oleh satu rekan kerja gue. Kita di anter ke kamar untuk beristirahat sebentar. Tentunya gue dan Siska di kasih kamar yang berbeda. Rapat akan dilakukan pada jam makan siang nanti.
Tibalah jam makan siang, dan kita sudah berkumpul untuk membahas proyek sesuai rencana. Ditengah-tengah diskusi gue ngelirik ke Siska, gue rasa ngerasa kalau dia lagi menahan rasa sakit atau apa gue nggak tahu. Dia terlihat sangat gelisah. Gue mencoba buat nggak terlalu perduli dan kembali fokus untuk diskusi.
Setelah hampir dua jam berdiskusi, akhirnya selesai juga dan telah mencapai sebuah keputusan dan kesepakatan. Siska langsing meminta ijin ke toilet.
Siska POV
Gue menghela nafas panjang, akhirnya rapat selesai juga. Gue buru-buru pamit ijin ke toilet dan segera pergi ke toilet kamar yang tadi disediain buat gue.
“Dimana pompa ASI gue, perasaan tadi udah gue bawa.”
Gue mengacak-acak isi tas buat nyari pompa ASI, karena gue udah nggak tahan lagi. Rasanya susu gue udah kenceng banget dan sakit, karena emang tadi pagi nggak sempet buat nyedot.
“Haissssstt, pasti tadi gue lupa masukin ke tas.” Gue menggeram frustasi.
Gue duduk dipinggir ranjang sambil berfikir gimana caranya agar susu gue nggak sakit lagi. Gue buka pengait bra gue, karena rasanya udah sesek banget.
“Apa gue ijin ke apotek aja ya buat beli pompa ASI, tapi tempat kayak gini apa ada Apotek yang deket. Soalnya kalau jauh kayaknya gue udah nggak kuat lagi. Ah yang penting coba dulu aja deh.” Gue bergelut dengan pikiran gue sendiri.
Tok….tok…tok
“Haduh siapa lagi sih ini.” Gue buru-buru bettulin pengait bra gue.
“Eh Pak Devan, ada apa pak?” ternyata boss gue yang dateng.
“cuman mau ngasih tahu, kamu siap-siap bentar lagi kita akan pulang.”
“Oh iya pak.”
Eh tapi tunggu, gue lihat ada yang aneh dari tatapannya Pak Devan, ternyata arah mata Pak Devan ke arah ke dua gundukan yang ada di dada gue. Ah sial, baju bagian dada gue udah basah, susu gue udah keluar dan udah sampe ngrembes ke baju gue. Gue panik dan gue malu banget.
“Ya udah pak, saya siap-siap dulu.” Gue langsung nutup pintunya gitu aja. Bodo amatlah kalo nati Pak Devan marah ama gue karena nggak sopan.
Author POV
Devan masih tercengang di depan pintu kamar Siska.
“Apa-apaan ini, dia main nutup pintu gitu aja saat gue masih ingin bicara, lalu apa tadi, mengapa baju bagian dada Siska bisa basah, mana tepat di bagian buah dadanya.” Batin Devan.
Tanpa pikir panjang Devan langsung pergi dari depan kamar Siska dengan perasaan marah, kesal, gugup, dan panas.
Devan sekarang sudah berada di dalam mobil munggu Siska untuk kembali pulang. Tanpa menunggu waktu lama Siska datang dan masuk ke dalam mobil Devan.
Selama perjalanan mereka hanya diam, dengan pikirannya masing-masing. Devan yang masih kesal dengan pelakuan Siska tadi, tapi juga dipenuhi dengan rasa penasaran dengan apa yang dilihatnya tadi. Sedangkan Siska masih merasa malu dan takut akan memulai pembicaraan karena melihat raut wajah bossnya itu tampak sedang marah.
“Pak, saya minta maaf atas kejadian tadi.” Akhirnya Siska memberanikan diri untuk membuka pembicaraan karena suasanya jadi sangat canggung dan dia pikir memang perlu minta maaf.
“Hem.” Balas Devan singkat tanpa menoleh kea rah Siska.
Suasana kembali hening. Sekarang Siska tampak pucat karena dia merasa sangat kesakitan dibagian dadanya. Siska awalnya ingin meminta tolong kepada bos nya untuk mampir ke apotek jika melihatnya. Tapi dia mengurungkan niatnya karena dia melihat bosnya sekarang lagi dalam keadaan mood yang tidak baik. Siska pikir lebih baik dia menahan sakitnya daripada bosnya marah dan berakibat buruk dalam pekerjaannya nanti.
Sudah satu jam perjalanan mereka lewati. Siska merasa sudah tidak tahan lagi. Dia merintih kesakitan dan Devan menyadarinya.
“Kamu kenapa? Wajahmu terlihat pucat, kamu sakit?” Tanya Devan sedikit khawatir.
“Eh, nggak papa kok Pak. Mungkin karena kecapekan sedikit.” Jawab Siska mencoba untuk tetap tenang.
“Kamu yakin?”
“Iya Pak, tapi saya mau minta tolong boleh tidak?”
“Apa?”
“Nanti kalau bapak melihat apotik, saya minta tolong berhenti sebentar, saya ingin beli obat.”
“Oh ya oke. Tapi mungkin kita butuh waktu sekitar satu jam lagi buat bisa nemuin apotik atau pemukiman warga.”
“Haaaaaaaaaaaaaaaah????”
Siska kaget dan dia melihat sekeliling, ternyata benar mereka sekarang seperti berada di tengah hutan tanpa terlihat tanda-tanda kehidupan, hanya ada pohon-pohon besar dan menjulang tinggi. Dan hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang.
“Kalau kamu bilang dari tadi, kita bisa ke apotik yang nggak jauh dari villa tadi.”
Siska diam sambil menahan rasa sakitnya karena dia merasa sudah tidak sanggup lagi. Apalagi sekarang air susunya sudah menetes terus dan membasahi bajunya. Devan tidak mengetahuinya karena dari tadi Siska menutupnya dengan map yang dia pegang.
“Kalau kamu nggak enak badan, tidur aja dulu. Nanti kalau udah sampe saya bangunin.” Ucap Devan lagi yang bertambah khawatir karena melihat wajah Siska yang terlihat sangat pucat sambil menhan rasa sakit.
“Nggak bisa pak.”
“Loh emang kenapa? Jangan bilang kamu berpikir yang macem-macem tentang saya.”
“Emmm, nggak mungkinlah Pak.”
“Lagian di macem-macemin aku juga rela kok Pak.” Batin Siska.
“Ya udah kalo gitu istirahat aja.” Perinta Devan.
Devan menoleh kearah Siska karena tidak ada jawaban apapun.
“Astaga Siska.” Kaget Devan.
“Apa yang kamu lakuin? Trus kenapa itu baju kamu basah semua.” Sambung Devan mencoba mengalihkan pandangannya.
Siska sekarang sedang memegang kedua buah dadanya sambill memijat-mijat pelan berharap bisa mengurangi rasa sakitnya, meskipun kenyataannya tidak berpengaruh dan Siska masih merasa sangat kesakitan. Sedangkan map yang dia pegang untuk menutupi bagian dadanya yang basah tadi mungkin sudah jatuh kebawah kakinya.
“Maaf Pak, saya benar-benar sudah tidak tahan lagi.”
“Mak……Maksud kamu?” Tanya Devan gugup, karena dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.
“Buah dada saya sangat sakit pak, dan air susunya terus keluar. Biasanya tiap pagi sebelum berangkat ke kantor saya menyedotnya dulu, tapi tadi pagi saya tidak sempat menyedotnya karena saya bangun kesiangan. Dan saya juga lupa bawa pompa ASI tadi.”
Siska menjelaskan apa yang tejadi pada Devan. Siska sudah tidak memikirkan rasa malunya lagi, karena yang ada dipikirannya saat ini hanya bagaimana caranya agar buah dadanya tidak sakit lagi.
“Terus bagaimana? Apotik juga masih sangat jauh.”
Devan juga merasa sangat panic dan kasihan melihat keadaan Siska. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang beputar di kepalanaya, tapi dia tahan. Mungkin kalau suasanya sudah kondusif dia akan menanyakannya pada Siska.
“Saya juga tidak tahu Pak. Aaaaaaaakkkhhhh….” Suara Siska seperti terdengar mendesah, padahal dia sebenarnya menahan kesakitan.
Devan pun kaget mendengar suara desahan Siska.
“Sebenarnya ada satu cara, tapi bapak harus bantu saya.”
“Kalau saya bisa akan saya bantu.”
“Nggak jadi aja Pak, karena kayaknya nggak mungkin bapak bisa bantu saya.”
“Hey, kamu ngremehin saya? Cepat katakana apa yang kamu butuhin.”
“Bapak harus menghisap buah dada saya, dan menyedot susunya.” Ucap Siska dengan ragu-ragu.
Devan POV
Ssssrrrrrrrrrrrrrrtttttttttt…………..
Karena gue kaget dengan yang gue denger dan akhirnya ngerem mobil mendadak. gue nggak salah denger kan. Apa wanita ini sudah gila. Gue disuruh apa tadi? Gue disuruh ngemut payudara nya dia. Apa dia sengaja menggoda gue, meskipun gue sering cuek dan nggak terlihat tertarik dengan wanita-wanita yang menggoda gue, gue tetep masih cowok normal. Apa lagi dengan santainya dia bicara vulgar seperti itu. Apa jangan-jangan dia emang udah sering melakukan hal itu.
"Pak Devan." Panggil Siska membuyarkan lamunan gue.
"Bapak bisa bantu saya apa nggak? Saya sudah nggak kuat lagi." Lanjutnya.
"Tapi kalau bapak nggak bisa nggak papa, saya sadar permintaan saya adalah hal yang konyol bagi bapak, dan saya tahu bapak juga sangat benci dengan segala jenis susu. Saya minta maaf. Tapi saya mohon jalankan mobilnya lagi pak, kalau bisa agak ngebut, biar bisa cepet sampai ke apotik."
Siska terus saja bicara, karena gue dari tadi cuman diem, sama sekali nggak ngerespon pembicaraannya. Sebenernya gue kasihan lihat dia yang terlihat begitu kesakitan, tapi semua yang dikatakan Siska barusan emang emang bener semua.
"Iya kita jalan lagi, gue akan ngebut."
Gue langsung ngelajuin mobil dengen kecepatan tinggi daripada menuruti permintaan konyolnya. Kebetulan jalanan juga sangat sepi.
Setelah kurang dari satu jam kita udah sampai diarea Kota. Wajah Siska sudah terlalu pucat, sebenernya gue nggak tega ngelihatnya. Dari tadi Siska diam keliatan menahan rasa sakitnya dan telihat tersiksa banget.
Akhirnya kita sampai juga di area parkir apotik. Gue matiin mesin dan gue mau keluar mobil buat beliin apa yang dibutuhkan Siska saat ini. Kan nggak mungkin gue ngebiarin Siska beli sendiri dengan keadaan seperti itu, apalagi baju bagian depannya udah hampir basah semua. Saat gue buka pintu mau keluar, tangan gue yang satu di pegang sama Siska. Gue kaget dan badan gue menegang, badan gue tiba-tiba terasa panas. Jantung gue berdentak lebih cepat dan kencang, semoga aja Siska nggak denger.
"Ba...bapak mau kemana?"
"Ya mau ke apotek, masak mau ke mall."
Gue langsung lepasin tangan gue, takut bagian bawah gue bangun, dan detak jantung gue nggak bisa dikontrol. Sial baru gitu aja gue udah terangsang.
"Ma... Maaf pak, tapi bapak di sini aja, biar saya aja yang beli pak."
"Apa kamu emang bener-bener udah nggak punya malu ya? Tuh lihat baju kamu hampir basah semua. Apa emang kamu sengaja mau mempertontonkannya?"
Sial.
Bagian bawah gue udah bangun beneran nih. Dari tadi gue mengumpat dan merutuki mata gue yang dari tadi ngelitin dua gundukan di dada Siska.
"Tapi pak, sa......"
Gue langsung keluar sebelum Siska selesai bicara. Gue takut nggak bisa mengendalikan diri, apalagi bagian bawah gue udah bener-bener sesek pengen dikeluarin.
Sebelum gue masuk ke apotik, gue menetralisir tubuh gue dulu sebentar.
"Selamat malam pak, mau cari apa?"
Ya sekarang matahari sudah tidak menampakkan diri dan telah digantikan dengan sinar-sinar bintang yang begitu indah. Waktu sudah menujukkan pukul 19.30.
"Oh iya, saya mau mencari.... Emmm..... Anu.... Itu yang buat menyedot ASI." Gue ragu-ragu buat ngomongnya.
"Tunggu sebentar pak, saya carikan dulu."
"Iya."
"Maaf pak, ternyata stok nya lagi kosong."
"Wah gimana mbak, soalnya saya butuh banget sekarang. Apa ada apotek lain terdekat sini mbak?”
"Ada mas, tapi semua udah tutup, karena apotek 24 jam cuman sini mas."
"Ya udah mba, terimakasih."
Cerita lengkap tersedia di Innovel📜Sekretarisku Canduku📜
Devan POV
Gue keluar dengan perasaan kesel. Tapi tidak dipungkiri kalau gue bener-bener khawatir bagaimana keadaan Siska nanti apa dia masih kuat kalo nahan sampai rumah. Gue juga merasa beralah pada Siska. Dengan perasaan kecewa dan khawatir gue menghampiri Siska kembali ke mobil. Pasti dia sudah menunggu dengan sebuah harapan.
"Gimana pak?"
"Nggak ada, katanya stoknya kosong."
Badan Siska langsung melemas dan kepalanya jatuh ke pundak gue.
"Pak, saya mohon tolong saya pak!!
"Saya akan membalas kebaikan bapak dengan apapun yang bapak minta." Lanjutnya.
Gue masih ragu-ragu dan berpikir. Gue lihat kearah wajahnya, gue benar-benar nggak tega ngelihat nya. Wajahnya udah kayak mayat, pucet banget dan matanya udah ngeluarin air mata.
"Eemmmmmm....... gimana ya? Saya juga bingung harus bagaimana?”
“Please!!!” Siska memohon dengan wajah yang sangat menyedihkan.
“Oke, Baiklah."
Sebenarnya gue masih ragu. Siska langsung bangun dan menatap gue setelah denger jawaban gue.
"Bapak yakin?" Tanya Siska penuh harapan.
Sebenernya gue belum terlalu yakin, tapi nggak ada solusi lain.
"Iii ... Iya. Saya juga nggak tega lihat kamu begini. Apa lagi ini juga termasuk salah saya. Ini sebagai rasa tanggung jawab saya ya, dan bukan karena mau saya ataupun karena saya memanfaatkan keadaan."
"Iya pak, saya mengerti. Sebelumnya terimakasih banyak pak."
Dia tersenyum dan keliatan agak cerah sekarang, ternyata Siska sangat cantik kalau tersenyum.
Dia sudah membuka resleting di bagian punggung nya, dan akan menurun kan bagian atas dadanya supaya lebih gampang melakukannya.
Tapi saat kedua buah dada Siska hampir terbuka semua, gue langsung memegang tangannya untuk menghentikan nya.
"Tunggu!!!"
"Ada apa pak?" Tanya Siska karena Devan menghentikannya menurunkan bajunya.
Siska menatap Devan yang masih diam dan telihat masih ada keraguan di matanya.
"Baiklah pak, saya mengerti kalau bapak masih ragu melakukannya. Kalau begitu saya akan membetulkan pakaian saya lagi. Saya tidak akan memaksakan bapak. Saya akan beusaha menahannya sampai kita sampai rumah." Lanjut Siska karena Devan masih diam.
"Lepaskan tanganmu!!" Perintah Devan.
"Haaa???”
“Iya lepaskan tangan mu?”
“Mak….Maksud bapak?"
"Lepaskan tanganmu, biar saya saja yang membukanya sendiri."
Saat ini posisi mereka berhadap-hadapan dengan jarak yang sangat dekat. Bahkan deru nafas Devan bisa dirasakan oleh Siska. Detak jantung Devan sudah diluar batas normal, seperti ingin meledak. Apalagi bagian bawah Devan sudah memberontak ingin dikeluarkan, karena sudah tegang dan sesak. Tidak jauh berbeda dengan Siska, namun rasa sakit Siska telah mengalihkannya.
Siska melepaskan tangannya perlahan. Karena sebenarnya dia juga masih ragu, untuk pertama kalinya ada seseorang yang melihat buah dadanya, apalagi dia adalah seorang laki-laki. Tapi keadaan dan rasa sakit yang sudah tidak dapat tertahan lagi yang memaksakan.
Devan langsung menarik pakaian Siska kebawah, sekarang nafsu Devan lebih besar daripada rasa malu dan rasa ragu nya, hingga terpampanglah kedua buah dada Siska yang terlihat bulat, penuh, kencang dan air susu yang terus menetes.
Devan langsung melahapnya dengan rakus. Devan terus menghisap dan menyedot susu yang keluar dari buah dada Siska, tak lupa tangan yang satu bermain sambil memijat-mijat buah dada yang menganggur. Siska menggigit bibir bawahnya, sambil menahan kenikmatan yang belum pernah Siska rasakan.
"Uhuk ... uhuk ... "
Devan sampai tersendak saking banyaknya air susu yang keluar.
"Maaf." Ucap Siska merasa bersalah.
Tanpa memperdulikan ucapan Siska, Devan sekarang berganti menghisap dan menyedot buah dada Siska yang satu lagi. Devan melahap dengan rakus seperti seorang bayi yang kehausan. Tanpa disadari tangan Siska meremas-remas rambut Devan sambil menekan kepalanya agar lebih dalam lagi.
Keduanya sudah dilanda nafsu yang besar dan saling menikmati. Devan yang sangat tidak menyukai segala jenis susu, namun sekarang dia begitu terlihat sangat lahap dan menyukainya.
Kebetulan kaca mobil Devan semua nya gelap, tidak terlihat dari luar namun sangat jelas bila dari dalam. Jadi tidak akan ada yang melihat apa yang mereka lakukan di dalam mobil.
Pluuuppp.....
Tiba-tiba Devan melepaskan mulutnya dari buah dada Siska dan menjauhkan diri dari tubuh Siska.
Siska yang dari tadi menikmati Devan yang bermain di buah dadanya sedikit terkejut.
"Kurasa payudaramu sudah tidak sakit lagi dan air susu nya juga sudah tidak mengalir deras seperti tadi."
“Iiii... Iya pak, terimakasih."
"Silahkan benerin pakaian kamu. Kita akan pulang. Aku akan mengantarmu."
Devan POV
Untung gue langsung berhenti, kalau masih diterusin, gue udah nggak bisa nahan nafsu gue lagi, dan mungkin gue udah nggak tahu lagi apa yang akan terjadi selanjutnya.
Baru kali ini gue nggak merasakan apapun lagi saat minum susu setelah sekian tahun. Dulu setelah gue berhenti minum ASI mama gue, gue selalu muntah di kasih segala jenis susu, bahkan sampai meriang.
Gue harus segera pulang dan menuntaskan junior gue, karena dari tadi sudah memberontak ingin segera dikeluarkan dan dipuaskan.
"Sudah pak." Ucap Siska setelah baju yang dipakainya rapi kembali.
Gue langsung lajuin mobil ke apartemen nya Siska.
Selama perjalanan kita hanya diam, suasana terlihat sangat canggung, gue melirik Siska, sepertinya dari tadi dia ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu-ragu. Sedangkan gue masih menahan diri karena junior gue dari tadi udah memberontak.
Author POV
Akhirnya mereka sudah sampai di parkiran gedung apartemen Siska.
"Sekali lagi terima kasih banyak pak. Bapak telah sudi membantu saya."
"Iya." jawab Devan seadanya.
"Kalau gitu saya permisi dulu."
Siska melepaskan sabuk pengamannya dan akan keluar dari mobil.
"Tunggu."
"Iya pak, ada apa?"
"Saya harap kamu tidak akan memberitahu siapa pun tentang kejadian tadi, dan saya harap kamu juga melupakan kejadian tadi. Dan ini pakai jas saya untuk menutupi baju kamu yang basah." Ucap Devan sambil melempar jasnya ke arah Siska.
"Baik pak, saya janji. Kalau begitu saya permisi dulu, dan sekali lagi saya ucapkan terimakasih banyak pak."
Siska keluar dari mobil Devan.
Devan langsung melajukan mobilnya untuk pulang ke rumahnya.
"Apa-apaan dia, dia pikir gue cewek apaan, yang akan cerita ke orang-orang kejadian seperti itu. Lagipula dia kelihatan sangat menikmatinya juga. Yang katanya nggak suka dengan susu, tapi apa tadi. Bahkan dia sama sekali nggak muntah dan terus melahap susu gue. Dasar." Gerutu Siska saat mobil Devan tidak terlihat lagi.
Saat sampai di apartemen nya Siska meletakkan semua barangnya dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri dulu, sebelum beristirahat. Karena hari ini sangat melelahkan bagi Siska.
Author POV
Siska dan Sinta berjalan bersama masuk kantor. Karena tadi pagi Sinta menjemput Siska sekalian sarapan bareng di apartment Siska. Saat akan akan menuju ke lift mereka berpapasan seseorang yang telah membuat Siska susah tidur semalaman. Tidak lain adalah boss tampannya Devan.
"Selamat pagi pak." Ucap Sinta sambil menyenggol lengan Siska.
"Selamat pagi pak." Ucap Siska menundukkan kepala tanpa menatap mata yang di ajak bicara.
"Pagi." Balas Devan menatap Siska yang masih tertunduk.
Mereka memasuki lift bersama. Semuanya diam tidak ada yang memulai pembicaraan. Sinta merasa ada yang aneh dari sikap sahabatnya itu.
Tibalah mereka di lantai tiga, tempat dimana ruangan mereka berada. Devan keluar terlebih dahulu menuju ke ruangannya. Di susul Siska dan Sinta yang juga akan menuju ruangan mereka masing-masing.
Saat Siska akan masuk ke ruangannya, tangan Siska ditarik oleh Sinta.
"Lo kenapa? Ada masalah? Kayaknya ada yang aneh sama lo?
"Eh.. kenapa apanya? Aneh gimananya? Emang gue kenapa?"
"Tu kan, Dari tadi saat kita ketemu sama boss lo diem trus, lo keliatan salting banget dan aneh, nggak kayak biasanya."
"Hehehe, emang begitu ya? Gue nggak papa kok Sin, tenang aja."
"Ya udah kalo gitu, kalo ada masalah pokoknya cerita sama gue. Gue ke ruangan gue dulu."
"Siap."
Siska POV
Dari tadi gue nggak bisa fokus sama pekerjaan gue. Perasaan cuman gue bolak balik aja kertasnya. Oh ya, Sinta tadi kok bisa tanya gitu. Emang tingkah laku gue kelihatan banget ya kalau gue lagi nggak nyaman sama Pak Devan.
Sial.
Kenapa tiba-tiba gue keinget kejadian kemarin. Stop Siska, Nggak boleh, ini nggak boleh terus-terusan di biarin. Bisa-bisa pekerjaan gue nggak selesai-selesai.
"Fokus, lo harus fokus Sis, Lupakan semua kejadian kemarin. Anggap tidak pernah ada. Dan jalani kehidupan seperti biasa. Semangat. Lo pasti bisa. Nggak boleh baper." Gue nyemangatin diri gue sendiri.
Gue tarik nafas panjang berulang kali, sampai gue merasa tenang. Sebelum akhirnya gue melanjutkan pekerjaan gue.
Aaaaakkhhhh, gue bernafas lega akhirnya pekerjaan gue hampir selesai, tinggal minta tanda tangan. Sekarang udah waktunya istirahat sebentar dan makan siang, gue harus ke kantin dulu, ngisi energi plus ngopi, sepertinya tenaga dan pikiran gue hampir terkuras semua, badan gue juga rasa nya lemes banget dan mata gue rasanya udah berat banget buat melek.
Seperti biasa gue makan siang bareng Sinta dan temen-temen karyawan cewek lainnya. Yah namanya cewek kalo udah kumpul suka ghibah sampai kemana-mana, bahkan satu RT sampai satu pulau bisa di ghibahin semua. Dan kalo udah ghibah sampai nggak ingat waktu. Tiba-tiba udah selesai aja jam istirahatnya.
Tok .... Tok ...
Gue mengetuk ruangan pak Devan.
"Masuk."
Deg.
Busyet kenapa nih sama jantung gue, masa baru denger suara serak-serak basahnya aja jantung gue udah mau copot, apalagi nanti kalau lihat mukanya, apalagi lihat bibirnya yang kemarin ngenyot buah dada gue. Kan gue jadi ngebayangin. Gue langsung geleng-geleng kepala.
"Haish ... Tenang Sis, tenang. Tarik nafas dalam-dalam, keluarkan. Tarik nafas lagi, keluarkan lagi. Lo nggak boleh gugup. Santai seperti di pantai. Kalo nggak lo bisa malu-maluin diri lo sendiri. Santai anggap nggak pernah terjadi apa-apa. Tenang Sis."
Gue ngomong sendiri buat nenangin diri, Sebelum gue membuka pintu. Kalo ada yang lihat bisa disangka orang gila kali gue ya.
"Maaf pak, saya mau minta tanda tangan bapak."
"Oke, bawa sini berkasnya."
Gue meletakkan berkas-berkas nya dimeja pak Devan. Sambil nunggu pak Devan tanda tangan, gue berusaha ngalihin pandangan gue ke kanan dan ke kiri, ke bawah dan ke atas, pokoknya yang penting nggak ngeliat mukanya pak Devan.
Tentu dengan segala cara, gue berusaha terlihat tenang dan nggak gugup. Meskipun rasanya gue pengen terjun ke kolam aja deh, kalo ke laut kan terlalu dalam, sedalam cinta ku pada mu. Ciat ciat. Apaan sih nggak jelas banget.
Rasanya kok lama banget ya, gue pengen cepet-cepet menghempaskan kaki dari ruangan ini. Engap banget rasanya.
"Ini udah selesai, ada lagi?"
"Tidak pak."
"Ya sudah."
"Baik pak, saya permisi dulu."
Huuuuuuffffffftttttt.
Akhirnya gue keluar juga. Rasanya kayak lo nahan kentut di depan gebetan lo, dan akhirnya bisa keluar saat gebetan lo akhirnya pergi. Legaaaaaa banget.
Gue udah duduk manis di ruangan gue lagi. Pekerjaan gue udah selesai, tinggal nunggu waktunya pulang.
Nah kan gue mikirin pak Devan lagi, kalo gue diem aja gini. Eh gue lihat tadi pak Devan sikapnya biasanya aja deh, terlihat tenang, santai, cool, dan selalu tampan, nggak seperti apa yang gue rasain. Sikapnya nunjukkin kayak emang nggak pernah terjadi apa-apa gitu.
Jangan-jangan emang gue sendiri yang ke baperan nya tingkat nasional. Wah nggak bisa dibiarin nih, kalau ketahuan orangnya kan, bisa turun harkat dan martabat gue. Dikiranya gue wanita apaan nanti. Nggak, ini nggak boleh terjadi. Gue nggak boleh ke bawa perasaan kayak gini.
Gue harus bisa bersikap normal seperti pak Devan. Kalau nggak gue bales aja, biar pak Devan baper sama gue, Lihat aja nanti.
Author POV
"Sin, kita keluar yuk, bioskop kek, cafe kek, atau kemana aja deh, yang penting keluar. Suntuk nih di apartemen trus."
“Yakin lo?”
“Iyalah, emang kenapa?”
“Ini bener Siska temen gue kan?”
“Menurut lo?”
“Lo nggak salah makan kan kemarin, badan lo baik-baik aja kan? Nggak panas kan?”
“Apaan sih lo, Emang kenapa?”
"Ya dari kemarin sikap lo aneh banget tau nggak sih. Dan sekarang tumben lo ngajak keluar, biasa nya kalo diajak selalu aja nolak dengan seribu alasan."
"Iya nih, gue lagi bosen banget dirumah, butuh hiburan."
"Ya udah nanti siang gue jemput, apa sih yang nggak buat kesayangan gue ini. Soalnya sekarang gue masih di kasur, masih mager banget nih."
"Dasar lo ya. Ya udah gue tunggu."
Pagi ini Siska menelpon Sinta buat ngajak keluar, karena memang hari ini adalah hari minggu. Hari untuk melepaskan segala kepenatan yang berurusan dengan pekerjaan dan kantor.
Siska berpikir dia memang butuh refressing. Jika dia berdiam diri di rumah, bisa-bisa dia gila karena di otaknya selalu berputar-putar wajah boss nya. Emang nggak capek ya.
Sekitar jam 2 siang, Siska sudah siap dengan dengan dress merah nya, rambut terurai, dan make up tipis. Tinggal menunggu Sinta datang menjemput. Siska memang selalu tampil sederhana, tanpa make up yang menor kayak tante-tante.
Tanpa menunggu lama, Sinta akhirnya datang dan mereka langsung berangkat. Planning mereka hari ini mau ke bioskop dulu dan kebetulan ada film yang bagus hari ini.
"Gilaaaaa, sumpah parah banget. Film nya bikin baper banget. Gue sampai bisa ngerasain kisah cinta mereka. Apalagi pemeran cowok nya. Perfect banget. Sisakan satu cowok seperti itu untuk hamba ya tuhan." Ucap Sinta.
"Gue aminin aja deh, soalnya kalau dipikir-pikir kalau emang beneran ada cowok seperti itu, cowoknya nggak mungkin mau sama lo." Ejek Siska sambil tertawa jahat.
"Sial lo ya, sahabat macam apa kau?"
"Harusnya lo berterima kasih dong sama gue, gue udah menyadarkan lo dari mimpi yang terlalu tinggi, dari pada nanti tambah ketinggian kan jatuhnya tambah sakit dan bisa berakibat fatal."
"Serah lo deh. Orang kelamaan jomblo otaknya agak sengklek."
"Yah,,,, situ nggak ngaca neng?"
"Tapi kan mendingan gue, udah pernah ngerasain yang namanya pacaran. Nah kalo lo, boro-boro pacaran, deket sama cowok aja nggak pernah." Ejek Sinta.
"Eh tunggu, apa jangan-jangan lo nggak suka cowok, atau jangan-jangan..... Lo suka ama gue???" Lanjut Siska.
"Sialan lo ya, gue masih normal kali." Jawab Siska kesal, sambil melempar kertas menu makanan ke arah Sinta.
Mereka sekarang berada di sebuah cafe, setelah hampir satu setengah jam menonton film bergenre romantis di bioskop.
"Eh Sin, gue mau ngomong sesuatu."
"Paan? Bukannya dari tadi lo udah ngomong ya."
"Rese lo ya. Maksud gue, pengen curhat."
"Kenapa? Kayaknya serius amat?"
"Lo inget nggak waktu gue sama boss meeting diluar kota beberapa hari yang lalu?"
"Iya gue inget."
"Waktu itu kan gue bangun kesiangan, nggak sempet buat nyedot susu gue. Dan sialnya gue juga lupa bawa tu alat pompa. Dan lo tau nggak kita meeting nya dimana?
"Nggak."
"Kita meeting nya di perbukitan. Sepanjang jalan hanya ada hutan belantara. Dan masih sedikit banget penduduknya. Dan sialnya kita pulang sampe malem."
"Trus?"
"Ya lo tau sendiri kan kalo gue sehari nggak nyedot susu gue, rasanya sakit banget."
"Iya gue tahu, lha trus lo gimana?"
"Pak Devan bantuin gue nyedot susu gue."
"Uhuk ..... Uhuk ..... Uhuk." Sinta keselek makanan yang telah dipesannya.
"Nih minum dulu, makanya kalo makan ati-ati." Ucap Siska sambil menyodorkan minuman pada Sinta.
"Ini gara-gara lo kampret. Maksud lo bantu nyedot susu gimana? Yang jelas dong jangan ambigu."
"Ya dia ngisep susu gue pakek mulutnya."
"Hhhhaaaaaahhhhhhhh."
"Pelan-pelan woy, noh orang-orang pada liatin lo."
"Iya iya sorry. Kok Pak Devan mau bantuin lo?"
"Mungkin karena dia nggak tega kali ngeliat gue kesakitan."
"Trus habis itu kalian ngapain?"
"Maksud lo?
"Ya mungkin lanjut ketahap selanjutnya."
"Dasar otak mesum. Ya nggak ngapa-ngapain lah. Kita langsung pulang."
"Yah sayang banget. Trus sekarang lo sama Pak Devan gimana?"
"Ya nggak gimana-gimana, kita biasa aja seperti sebelum-sebelumnya."
"Yah nggak seru dong."
“Jadi ini yang ngebuat tingkah lo aneh akhir-akhir ini.” Lanjut Sinta.
“Hehehe…. Iya.”
“Pasti karena ini juga kan, lo tumben-tumbenan ngajak hang out.”
“Eeemmm… nggak juga sih. Karena emang gue lagi suntuk aja di rumah.”
“Alah, nggak usah ngeles lo, pasti karena lo kepikiran terus kan sama Pak Devan. Ngaku aja. Gue tu kenal lo bukan baru itungan hari atau minggu, tapi gue kenal lo udah bertahun-tahun. Jadi gue paham banget luar dalam lo.”
“Iya iya. Tembakan lo bener semua.”
“Tu kan.”
"Udah ah, cepet habisin makanan lo, lalu kita pulang. Gue pengen istirahat, gue nggak mau telat bangun lagi."
"Iya iya."
"Eh lo jangan-jangan bilang siapa-siapa ya soal tadi, apalagi sama temen kantor."
"Siap neng, rahasia aman bersama Sinta."
Devan POV
"Lo mau pesen apa Dev?"
"Samain lo aja deh."
Gue sama Riko sedang makan malam di Cafe. Tadi tiba-tiba Riko telepon gue ngajakin makan diluar. Katanya dia nggak punya apa-apa di apartementnya. Kasihan banget, kayak rakyat jelata aja. Padahal gaji yang gue kasih udah lebih banyak dari gaji asisten pribadi di kantor lain. Tapi gue iyain aja lah, lagian gue juga bosen banget seharian di rumah.
"Eh bukannya itu sekretaris lo?"
Gue mencari kearah yang ditunjuk Riko. Sial, kenapa dia disini. Gue kesini tujuannya biar gue bisa ngelupain dia, karena seharian di otak gue isinya cuman dia dan nggak mau pergi.
Sebenarnya kemarin waktu kita ketemu di kantor jantung gue rasanya ingin memisahkan diri dari tubuh gue. Karena saking cepetnya berdetak. Tapi untungnya gue bisa nahan diri dan berlagak sok cuek. Kan kalau ketahuan Siska bisa malu tujuh turunan gue.
"Eh ternyata sekretaris lo cantik juga ya, apalagi pakek dress warna merah gitu, terlihat sangat menggoda. Wah kemana aja gue selama ini, nggak menyadari ada bidadari cantik dideket gue."
Jiwa ke playboyan Riko udah keluar kayaknya. Gue dari tadi diem sih, tapi sambil ngelirik ke arah Siska juga sebenarnya. Tapi yang di bilang Riko emang semua nya bener. Dia terlihat sangat cocok dengan warna merah. Gue juga baru sadar ternyata Siska emang bener-bener cantik.
"Kita samperin yuk bro?" Ajak Riko.
"Nggak ah, di sini aja."
"Lo mah nggak asyik."
Tiba-tiba si Riko udah nyelonong pergi aja. Gue ditinggal sendiri, gini amat nasib gue, kayak jones. Gue juga pengen banget ikut nyamperin mereka. Tapi gue takut nggak bisa mengendalikan diri gue. Kan bisa berabe kalau ketahuan sama mereka.
Gue lihat mereka udah asyik ngobrol aja, katawa-ketiwi. Apalagi Siska keliatan nyaman banget ngobrol sama Riko.
"Emang sialan tu si kampret Riko."
Author POV
"Sis, nanti berangkat ke kantor gue jemput ya?"
"Eh nggak usah, gue bisa berangkat sendiri."
"Tidak terima penolakan."
"Kok maksa sih."
"Biarin, gue otewe ke apartemen lo sekarang."
Percakapan telepon antara Siska dan Riko. Sejak kejadian di cafe seminggu yang lalu, Siska dan Riko menjadi lebih akrab. Bahkan di kantor terkadang mereka makan siang bersama, tentunya bersama Sinta juga. Tetapi jika Sinta tidak ada, ya hanya mereka berdua. Sedangkan Devan akhir-akhir ini memang jarang makan siang di kantin kantor.
Hari senin telah tiba, hari dimana sebagian orang tidak menyukainya. Lain halnya dengan Siska, akhir-akhir ini dia merasa sangat senang pergi ke kantor. Entah faktor apa yang membuatnya semangat ke kantor.
Siska dan Riko sampai di parkiran kantor. Riko membuka kan pintu mobil untuk Siska layaknya sang kekasih.
"Silahkan tuan putri."
"Apaan sih."
“Terima kasih." Lanjut Siska keluar dari mobil.
Siska jalan cepat mendahului Riko.
"Hey, tunggu dong, kamu tega banget sih masak aku ditinggalin, nanti kalo ada yang nyulik gimana?" Ucap Riko sambil merangkul pundak Siska.
"Yaaaa... Lepasin tangan lo, nggak usah sok deket ya. Lagian lebay banget sih, mana ada yang mau nyulik lo. Yang ada malah bikin rugi bukannya untung."
"Kok kamu ngomongnya gitu sih. Hatiku sakit mendengarnya. Lagian kita kan emang deket, nih bahkan nggak ada jarak satu centi pun." Jawab Riko sambil mepet-mepet Siska.
"Serah lo dah." Ucap Siska sambil mempercepat jalannya.
“Tungguin dong.”
“Kayak anak kecil aja, jalan harus ditungguin. Jalan sendiri juga bisa kan?”
“Kok kamu ngomongnya gitu sih.”
“Biarin.”
“Neng, gue bilangin ya, jangan judes-judes sama cowok. Nanti akhirnya bisa jatuh cinta lo.”
“Jatuh cinta? Sama lo? Imposibble.”
“Jangan gitu loh, nanti ke makan omongan sendiri baru tau. Suatu saat pasti lo bakal tergila-gila sama pesona gue ini.”
“Jangan ngimpi ya anda. Lagian kamu ngapain sih dari tadi ngikutin aku mulu.”
“Kan sayang.”
“Basiii.”
Siska mempercepat jalan nya mendahului Riko. Dan begitulah sikap Siska ke Riko. Namun Riko nggak pernah merasa sakit hati, meskipun Siska suka judes dan kalau ngomong ceplas-ceplos.
Devan POV
Gue baru sampai parkiran, dan yang pertama kali gue lihat Siska keluar dari mobil Riko.
Kenapa Siska bisa berangkat bareng Riko? Sejak kapan mereka sedekat itu. Mana si Riko segala pake bukain pintu buat Siska, sok romantis banget sih.
Gue jalan pelan di belakang mereka. Gue lihat Riko ngrangkul-ngrangkul Siska. Rasanya gue pengen banget nendang tu pantatnya si Riko sampe mental ke planet lain.
Emang ya si playboy satu ingin pengen gue pecat apa ya. Berani-berani nya dia ngegombalin Siska, mana pake mepet-mepet. Emosi gue udah di ubun-ubun, udah mau meledak.
Saat gue udah ingin menghajar itu si Riko, untung Siska langsung jalan menjauh dari Riko. Kalau nggak udah habis Riko sama gue.
Sejak kejadian pulang dari meeting beberapa waktu lalu, gue selalu mikirin Siska. Bahkan kadang sampai terbawa mimpi. Tapi gue berusaha nutupin perasaan gue, berlagak sok cuek, karena ego dan harga diri gue terlalu tinggi.
Tapi semenjak gue lihat Riko sama Siska udah semakin deket, gue nggak rela, gue bener-bener emosi melihat mereka sedeket itu. Gue nggak boleh ngebiarin ini terus berlanjut, apalagi kalau Siska sama Riko sampai ke tahap lebih dari temen. Karena gue tahu playboy macam apa si Riko. Gue nggak mau nanti Siska merasakan sakit hati karena perbuatan Riko.
"Siska, tolong keruangan saya sekarang."
"Baik pak."
Tok .... Tok...
"Masuk."
"Ada apa bapak memanggil saya?"
"Tunggu sebentar, saya selesai kan pekerjaan saya satu ini. Kamu duduk dulu di sofa."
"Baik pak."
Gue manggil Siska karena gue tahu pasti sebentar lagi Riko nyamperin ke ruangan Siska buat ngajak makan siang bareng.
Gue masih menyelesaikan pekerjaan gue dan Siska masih menunggu di sofa kira-kira hampir sekitar satu jam.
Gue lihat wajah Siska terlihat begitu kesal, karena dari tadi emang gue cuekin. Dan dia juga diam aja, nggak berani tanya atau protes apapun. Mungkin dia takut buat ngomong, karena muka gue dari tadi emang terlihat seperti wajah orang marah.
Saat gue udah selesai dengan tugas gue, gue langsung nyamperin Siska yang menyibukkan diri membaca koran, entah emang bener di baca atau cuman buat formalitas.
"Ikut saya sekarang, kita makan siang di luar."
"Hah....Maksud bapak?"
"Emang kurang jelas ucapan saya?"
"Jelas pak, maksud saya kenapa bapak mengajak saya makan siang diluar? Apakah kita ada meeting dengan client pak?"
"Emang kalau makan siang di luar harus ada acara meeting gitu?"
"Ya nggak gitu pak, tapi....?"
"Udah jangan banyak tanya, kamu tinggal ikuti saya saja."
"Baiklah pak."
Gue emang sengaja pengen ngajak makan siang Siska di luar kantor. Karena gue nggak ingin Siska makan siang bareng Riko, apalagi sampai mereka berduaan.
Gue pun keluar dari kantor bareng Siska. Gue tadi sempet mencari tahu tentang kehidupan Siska, termasuk makanan favorit Siska. Dan gue browsing tentang restoran terkenal yang terdapat makanan favorit Siska.
Tanpa menunggu lama pun gue mendapatkan apa yang gue cari. Dan saat ini gue dan Siska udah berada di restoran itu.
Cerita Sekretarisku Canduku📜
Komentar
Posting Komentar